ALL ABOUT CATHOLIC: Yesus Berpuasa

Yesus Berpuasa

Bab 1
Yesus Berpuasa Empatpuluh Hari Lamanya


Dengan ditemani Lazarus, Yesus pergi ke penginapan milik Lazarus yang terletak dekat padang gurun. Saat itu tepat sebelum jam Sabat dimulai. Lazarus adalah satu-satunya orang kepada siapa Yesus mengatakan bahwa setelah empatpuluh hari, Ia akan kembali. Dari penginapan ini, Ia memulai perjalanan-Nya masuk ke dalam padang gurun seorang diri dengan bertelanjang kaki. Ia pergi pertama-tama bukan menuju Yerikho, melainkan ke arah selatan menuju Betlehem, seolah Ia hendak lewat di antara kediaman sanak Anna dan kediaman keluarga Yosef dekat Mizpa. Tetapi Ia berbelok menuju Yordan, menghindari berbagai kota dan desa dengan mengambil jalan setapak sekelilingnya, dan melintas dekat lokasi Bahtera dulu berdiri dan di mana Yohanes menyelenggarakan perayaan.

Sekitar satu jam jauhnya dari Yerikho, Yesus mendaki gunung dan memasuki sebuah grotto yang luas. Gunung ini menjulang di tenggara Yerikho dan menghadap Madian seberang Yordan.

Yesus memulai puasa-Nya di sini dekat Yerikho, melanjutkannya di wilayah-wilayah berbeda padang gurun di sisi lain Yordan, dan setelah iblis membawa-Nya ke puncak gunung, Yesus mengakhiri puasa di mana Ia memulainya. Dari puncak gunung ini, yang sebagian wilayahnya diselimuti semak belukar yang rendah, sebagian yang lain tandus dan gersang, pemandangan amat luas terhampar. Sebenarnya, gunung ini tak setinggi Yerusalem, sebab berdiri di atas permukaan yang lebih rendah; tetapi sekonyong-konyong menjulang di antara sekelilingnya yang rendah, kemegahannya dalam kesendirian itulah yang lebih menyolok. Puncak yang merajai seluruh dataran tinggi di mana berdiri Kota Suci dan daerah sekitarnya adalah Bukit Kalvari; titik tertinggi Bukit Kalvari ini nyaris sama tinggi dengan bagian tertinggi Bait Allah. Di sebelah selatan, yang paling berdekatan dengan Betlehem, Yerusalem diapit oleh bukit-bukit karang yang curam membahayakan. Tak ada pintu gerbang di sisi ini, seluruhnya dicakup oleh istana-istana.

Hari telah malam ketika Yesus mendaki gunung yang curam dan liar itu di padang gurun yang sekarang disebut Gunung Quarantania. Tiga puncak, masing-masing dengan sebuah grotto, menjulang satu di atas yang lain. Yesus mendaki ke puncak yang tertinggi dari semuanya, yang dari punggungnya orang dapat mengarahkan pandangan ke jurang-jurang yang curam dan suram di bawahnya. Seluruh gunung dipenuhi jurang-jurang ngeri yang berbahaya. Empatratus tahun yang silam, seorang Nabi, yang namanya aku lupa, tinggal di gua yang sama. Elia, juga, tingggal di sana secara sembunyi-sembunyi untuk jangka waktu yang lama dan memperluasnya. Terkadang, tanpa seorang pun tahu darimana ia datang, ia biasa turun gunung kepada penduduk daerah sekitar untuk bernubuat dan memulihkan perdamaian. Seratus limapuluh tahun yang lalu, sekitar duapuluh lima orang Esseni tinggal di gunung ini. Adalah di kaki gunung ini perkemahan bangsa Israel dipancangkan ketika, dengan Tabut Perjanjian, mereka bergerak ke sekeliling Yerikho dengan diiringi bunyi terompet. Sumber mataair yang airnya dijadikam manis oleh Elisa terletak tak jauh dari sana. St Helena memerintahkan agar grotto-grotto ini diubah menjadi kapel-kapel. Di salah satu kapel, suatu kali aku melihat di dindingnya sebuah lukisan Pencobaan. Di periode sesudahnya, sebuah biara berdiri di puncak gunung. Aku bertanya-tanya bagaimana para pekerja dapat sampai di sana. Helena membangun gereja-gereja di banyak tempat-tempat suci. Dia jugalah yang membangun gereja di atas tempat kelahiran Bunda Anna dua jam jaraknya dari Sephoris. Di Sephoris sendiri, orangtua Anna mempunyai sebuah rumah. Betapa menyedihkan bahwa sebagian besar dari tempat-tempat suci ini telah menjadi rusak, sebagian bahkan hilang dari kenangan! Semasa masih seorang gadis muda, aku biasa pergi dini hari melintasi salju musim dingin ke Coesfeld, ke gereja. Aku biasa melihat segala tempat suci ini dengan begitu jelas. Dan aku kerap melihat bagaimana orang-orang saleh, demi menyelamatkan tempat-tempat suci ini dari pengrusakan, menjatuhkan diri di jalanan, di depan para prajurit yang hendak meruntuhkannya.    

Kata-kata Kitab Suci: “Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun,” berarti bahwa Roh Kudus, yang turun atas Yesus pada saat pembaptisan-Nya ketika Ia membiarkan kemanusiaan-Nya, dalam suatu batas tertentu, secara kasat mata dirasuki oleh ke-Allah-an, mendorong-Nya pergi ke padang gurun untuk mempersiapkan diri sebagai Manusia yang bergaul akrab dengan Bapa Surgawi bagi panggilan-Nya untuk menderita sengsara.

Yesus, berlutut dalam grotto dengan kedua tangan terkedang, berdoa kepada Bapa Surgawi mohon kekuatan dan keberanian dalam segala sengsara yang menanti-Nya. Ia melihat semuanya di muka, dan memohon rahmat yang diperlukan untuk masing-masingnya. Segala penderitaan-Nazaret, segala sengsara-Nya, berlalu di hadapanku dalam penglihatan, dan aku melihat-Nya menerima penghiburan dan ganjaran bagi semua orang. Sebuah awan putih bercahaya, besar bagai sebuah gereja, turun dan melayang-layang atas-Nya. Di akhir setiap doa, roh-roh menghampiri-Nya. Ketika dekat dengan-Nya, roh-roh itu mengambil rupa manusia, menghaturkan hormat kepada-Nya dan menyampaikan kepada-Nya penghiburan dan janji-janji dari Yang Mahatinggi. Lalu aku melihat bahwa Yesus di sini di padang gurun memprolehkan bagi kita segala penghiburan kita, segala kekuatan kita, pertolongan kita, kemenangan kita atas pencobaan; memperolehkan bagi kita ganjaran dalam pergulatan dan penaklukan; memberikan nilai pada puasa dan matiraga kita; dan mempersembahkan kepada Allah Bapa segala karya dan sengsara-Nya di masa mendatang, guna memberi nilai pada doa-doa dan karya-karya spiritual segenap pengikut-Nya yang setia di abad-abad mendatang. Aku melihat bahwa dengan demikian Ia menimbun harta pusaka bagi Gereja, dan yang oleh Gereja, dalam empat puluh hari puasa, dibuka bagi anak-anaknya. Sepanjang doa ini, Yesus memancarkan keringat Darah.

Dari gunung ini Yesus turun lagi menuju Yordan ke wilayah antara Gilgal dan tempat baptisan Yohanes, sekitar satu jam jauhnya ke selatan. Dengan sebatang balok Ia menyeberangi bagian sungai yang sempit namun dalam dan berkelana dengan meninggalkan Betabara di sebelah kanan. Dengan melintasi beberapa jalan besar yang menuju Yordan, Ia mengambil jalan setapak gunung yang tak rata dari tenggara melintasi padang belantara. Ia berjalan melintasi lembah yang menghantar ke Callirrhoe, menyeberangi sebuah sungai kecil dan mendaki sebuah puncak gunung agak sedikit ke utara di mana Jachza terbentang di lembah seberang. Anak-anak Israel mengalahkan Sihon, raja orang Amori, di sini dalam sebuah pertempuran di mana bangsa Israel hanya tiga melawan enambelas. Tetapi, Allah mengadakan mukjizat atas nama umat-Nya. Suatu suara yang mengerikan berhembus atas orang-orang Amori dan menggentarkan mereka.

Yesus sekarang berada di atas suatu barisan gunung yang amat liar sekitar sembilan jam dari Yordan, dan jauh lebih ganas dan terpencil dari yang dekat Yerikho, nyaris berseberangan dengannya.

Ke-Allah-an Yesus, pula misi-Nya, tersembunyi dari setan. Kata-kata: “"Inilah AnakKu yang Ku-kasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan,” dipahami oleh setan sebagai dikatakan atas seorang manusia belaka, seorang Nabi. Yesus telah kerapkali dan dalam berbagai macam cara menderita secara batin. Pencobaan pertama yang Ia alami adalah: “Bangsa ini begitu rusak lakunya. Haruskah Aku menderita semua ini dan menggenapi karya yang untuknya Aku datang ke dunia?” Akan tetapi, dengan kasih dan kerahiman yang tak terhingga, Ia menaklukkan pencobaan di hadapan segala penderitaan-Nya.

Yesus berdoa di grotto terkadang prostratio, berlutut lagi, atau berdiri. Ia mengenakan jubah-Nya yang biasa, tapi tak berikat pinggang, yang longgar dan berkibar-kibar, kaki-Nya telanjang. Mantolnya, sepasang dompet dan ikat pinggang tergeletak di atas tanah dekat sana. Setiap hari doa-Nya berbeda; setiap hari Ia memperolehkan bagi kita rahmat-rahmat baru, yang hari ini tidak seperti malam-malam sebelumnya. Andai bukan karena ini, perlawanan kita atas pencobaan tak akan pernah ada gunanya.

Yesus tidak makan maupun minum, tetapi aku melihat-Nya dikuatkan oleh para malaikat. Ia tidak menjadi kurus oleh puasa-Nya yang panjang, meski Ia menjadi sama sekali pucat dan putih.

Grotto tidak tepat terletak pada puncak gunung. Dalam grotto ada sebuah celah melalui mana angin menghembuskan hawa dingin menggigit, sebab waktu itu musim dingian dan kabut. Dinding karang grotto bergurat dengan galur-galur berwarna; andai digosok, orang akan mengira dinding itu dicat. Ada cukup ruang di dalamnya bagi Yesus, entah berlutut atau prostratio, tanpa Ia berada tepat di bawah celah grotto. Batu-batu grotto sebelah luar ditumbuhi tanam-tanaman yang menjulur.

Suatu hari aku melihat Yesus prostratio dengan wajah-Nya mencium tanah. Kaki-Nya yang telanjang berbercak-bercak merah, terluka oleh jalanan yang kasar, sebab Ia menyusuri padang gurun dengan bertelanjang kaki. Terkadang Ia bangkit, dan lagi berdoa dengan rebah prostratio. Yesus dilingkupi cahaya. Sekonyong-konyong terdengar suara dari surga, cahaya memancar ke dalam grotto, dan beribu-ribu malaikat menampakkan diri dengan membawa bersama mereka berbagai macam benda. Aku begitu tersiksa, begitu pilu hati, hingga aku merasa seolah dihimpit ke dinding karang grotto; dan, dikuasai perasaan orang yang hendak jatuh, aku mulai berteriak: “Aku akan jatuh! Aku akan jatuh di samping Yesus-ku!”

Dan sekarang aku melihat kumpulan para malaikat membungkuk dalam-dalam di hadapan Yesus, menyampaikan hormat mereka kepada-Nya, dan mohon ijin untuk menyatakan kepada-Nya misi mereka. Para malaikat menanyai-Nya apakah masih menjadi kehendak-Nya untuk menderita sengsara sebagai manusia demi umat manusia, sebagaimana adalah kehendak-Nya untuk meninggalkan pelukan Bapa Surgawi untuk berinkarnasi dalam rahim sang Perawan. Ketika Yesus menyatakan persetujuan, sekali lagi menerima sengsara-Nya, para malaikat bersama-sama menempatkan di hadapan-Nya sebuah salib yang tinggi, yang bagian-bagiannya mereka bawa bersama mereka. Salib itu dalam bentuk sebagaimana aku selalu melihatnya, terdiri dari empat bagian, seperti aku selalu melihat pengilang anggur dari salib. Bagian atas salib, yakni bagian yang muncul di antara dua palang tangan, ada terpisah. Lima malaikat membawa bagian bawah salib; tiga malaikat, bagian atas; tiga bagian kiri dan tiga bagian kanan; tiga malaikat membawa tumpuan kaki di mana kaki-Nya beristirahat; dan tiga malaikat membawa sebuah tangga. Seorang malaikat lain membawa sebuah keranjang penuh berisi tampar, tali-temali dan perkakas, sementara para malaikat yang lain membawa tombak, buluh, cambuk, alat dera, mahkota duri, paku-paku, mantol olok-olok - singkat kata, semua yang ada dalam sengsara-Nya.

Salib itu tampak berlekuk; dapat dibuka seperti sebuah lemari, dan lalu, salib itu memperlihatkan tak terhitung banyaknya alat siksa aniaya yang disimpan di dalamnya. Di bagian tengah salib, di mana Hati Yesus ditikam, dijalin segala lambang sengsara dalam segala aneka alat-alat yang ngeri, dan warna salib itu sendiri menjadi begitu menyayat hati, berwarna merah darah.  

Berbagai bagian salib menyajikan berbagai warna simbolis akan sengsara yang akan ditanggung di sana, tetapi semuanya, seperti aliran-aliran sungai, bertemu di hati. Alat-alat yang berbeda juga merupakan simbol dari sengsara mendatang.

Pada salib juga ada bejana-bejana cuka dan empedu, pula balsam, mur, dan sesuatu seperti rempah-rempah, mungkin melambangkan wafat dan pemakaman Yesus. Ada juga banyak gulungan-gulungan terbuka sekitar satu tangan lebarnya. Gulungan-gulungan itu ada dalam beragam warna, dan di sana tertulis sengsara dan karya yang harus digenapi dengan berbagai macam ragam penderitaan yang tak terhitung banyaknya. Warna-warna itu dimaknai dengan beberapa tingkat dan kadar kepekatan yang harus dicerahkan dan dihilangkan oleh penderitaan. Apa yang sama sekali sesat dilambangkan dengan hitam; kegersangan, kekeringan, kegelisahan, kegalauan, kekacauan, kelalaian dilambangkan dengan coklat; merah melambangkan semua yang berat, duniawi, nafsu; sementara kuning melambangkan ngeri penderitaan. Sebagian dari gulungan-gulungan itu separuh kuning dan separuh merah; gulungan-gulungan itu harus digelantang hingga putih seluruhnya. Ada gulungan-gulungan yang putih seperti aliran-aliran susu, dan tulisan di atasnya bercahaya dan bergemerlapan. Gulungan-gulungan ini menandakan kemenangan akhir.

Gulungan-gulungan tulisan berwarna ini seperti ringkasan dari segala sengsara yang harus ditanggung Yesus dalam kehidupan fana-Nya, segala karya-Nya, segala penderitaan-Nya yang diakibatkan oleh para Rasul dan yang lain.

Lalu, muncul di hadapan-Nya, bagai dalam suatu arak-arakan, segenap orang dari siapa Ia akan harus menanggung sengsara-Nya yang paling keji, kedengkian kaum Farisi, pengkhianatan Yudas, cemooh bangsa Yahudi atas kematian-Nya yang pahit dan hina.

Para malaikat menyusun semuanya, membentangkan semuanya di hadapan Juruselamat, melakukan semuanya itu dengan hormat tak terkatakan, seperti para imam melakukan pelayanan-pelayanan tersuci. Sementara segala Sengsara dibentangkan secara demikian dan berlalu dengan terperinci di hadapan mata-Nya, aku melihat Yesus dan para malaikat mencucurkan airmata.

Pada kesempatan lain, aku melihat para malaikat menempatkan di hadapan Yesus orang-orang durhaka, orang-orang tak percaya, cemooh, ejekan, pengkhianatan, penyangkalan para sahabat dan para musuh hingga saat wafat-Nya dan sesudahnya. Semua berlalu di hadapan-Nya dalam gambar-gambar, juga penderitaan-penderitaan dan karya-karya-Nya yang tak menghasilkan buah. Akan tetapi, demi menghibur-Nya, mereka memperlihatkan juga kepada-Nya semua yang akan dimenangkan-Nya. Sementara gambar-gambar ini melayang-layang berlalu, para malaikat menunjukkannya dengan suatu gerakan tangan.

Dalam segala penglihatan sengsara Yesus ini, aku selalu melihat salib-Nya terdiri dari lima macam kayu, bagian-bagian tangan dipasang dengan sebuah irisan di bawah masing-masingnya, dan suatu balok tumpuan kaki. Bagian salib di atas kepala, di mana prasasti dipasang, aku lihat ditempatkan secara terpisah, sebab badan salib terlalu pendek untuk dipasangi prasasti di atas kepala. Bagian itu dipasangkan seperti tutup pada sebuah kotak jarum.


Yesus Dicobai dalam Berbagai Macam Cara oleh Setan

Setan tidak tahu akan ke-Allah-an Kristus. Menurut anggapannya, Yesus adalah seorang nabi. Setan mengamati kekudusan-Nya sejak dari masa kecil-Nya, juga kekudusan BundaNya. Tetapi Maria sama sekali tidak mempedulikan setan. Maria tak pernah mendengarkan suatu pencobaan pun. Tak ada suatupun dalam diri Maria yang dapat dijerat setan. Meski yang paling cantik dari antara para perempuan, yang paling jelita dari antara para perawan, Maria tiada pernah memikirkan seorang peminang terkecuali dalam undian suci, pada batang-batang yang berbunga di Bait Allah, apabila perkawinannya dipertanyakan. Bahwa Yesus kurang dalam keketatan ala Farisi terhadap para murid-Nya, dalam hal-hal yang tidak pokok, membingungkan setan yang jahat. Setan menganggap-Nya seorang manusia, sebab ketidaklaziman para murid-Nya telah menjadi skandal bagi orang-orang Yahudi.

Sebab setan kerap melihat Yesus berkobar-kobar dalam semangat, sekali waktu ia berpikir untuk mengganggu-Nya dengan mengambil rupa salah seorang murid yang seolah mengikuti-Nya ke sana; dan sebab ia juga melihat teladan-teladan kelembutan hati-Nya, di lain waktu dengan mengambil rupa seorang tua renta, setan berusaha membangkitkan belas kasihan-Nya, dan lagi sebagai seorang Esseni untuk berdebat dengan-Nya. Aku melihat setan di pintu masuk grotto dalam rupa putera salah seorang dari ketiga janda, seorang pemuda yang dikasihi secara istimewa oleh Yesus. Setan menimbulkan keributan guna menarik perhatian, dengan berpikiran bahwa Yesus pastilah tidak senang murid-Nya mengikuti-Nya ke sana dan melanggar perintah-Nya. Y tidak menoleh kepadanya bahkan sekalipun. Kemudian setan melongokkan kepalanya ke dalam gua dan mulai berbicara, pertama-tama mengenai satu hal, lalu mengenai hal lain, dan akhirnya mengenai Yohanes Pembaptis yang, katanya, amat marah pada Yesus karena melanggar hak-haknya, dengan membiarkan para murid-Nya membaptis dari waktu ke waktu.

Gagal dalam tipu muslihat pertama ini, setan mengupayakan tipu daya yang lain. Ia mengirim tujuh, delapan, atau sembilan penampakan para murid ke dalam grotto. Mereka datang satu per satu, mengatakan kepada Yesus bahwa Eustachius telah mengabarkan kepada mereka bahwa Ia ada di sana, dan bahwa mereka telah mencari-Nya dengan begitu cemas. Mereka memohon kepada-Nya untuk tidak menyia-nyiakan hidup-Nya di tempat yang liar itu, untuk tidak meninggalkan mereka. Seluruh dunia tengah membicarakan-Nya, lanjut mereka, dan Ia tidak sepatutnya membiarkan hal-hal yang begini dan begitu dibicarakan orang. Tetapi jawab Yesus hanya: “Enyahlah, setan! Waktunya belum tiba,” dan roh-roh jahat itu pun lenyap.

Lagi, setan datang menghampiri dalam rupa seorang tua yang lemah, seorang Esseni yang disegani, terseok-seok mendaki bukit yang curam. Tanjakan tampak sangat menyulitkannya hingga, sungguh, aku berbelas-kasihan kepadanya. Begitu tiba di grotto, dengan suatu erangan keras ia jatuh tak sadarkan diri akibat kelelahan di pintu masuk. Tetapi Yesus tak mempedulikannya sama sekali, bahkan sekilas pun tidak. Lalu, dengan susah payah orang tua itu bangkit dan memperkenalkan diri sebagai seorang Esseni dari Gunung Karmel. Ia, katanya, telah mendengar tentang Yesus dan, meski nyaris mati kecapaian, telah mengikuti-Nya ke sana untuk dapat duduk bersama-Nya barang sejenak dan berbincang dengan-Nya mengenai hal-hal kudus. Ia tahu juga apa itu berpuasa dan berdoa, dan jika mereka berdua menggabungkan doa-doa mereka kepada Allah, maka kuasanya akan terlebih besar. Yesus hanya melontarkan beberapa patah kata saja: “Pergilah, setan! Waktunya belum tiba.” Lalu, tahulah aku bahwa itu adalah setan, sebab sementara ia berbalik dan lenyap, aku melihatnya menjadi gelap dan mengerikan. Aku merasa ingin tertawa apabila teringat bagaimana ia menjatuhkan diri di tanah dan harus bersusah-payah bangkit lagi sendiri.

Ketika setan selanjutnya datang untuk mencobai Yesus, ia mengambil rupa sebagai Eliud tua. Setan pastilah tahu bahwa Salib-Nya dan Sengsara-Nya telah diperlihatkan oleh para malaikat kepada Yesus, sebab ia mengatakan bahwa ia telah mendapat wahyu mengenai pencobaan-pencobaan berat yang akan menimpa-Nya dan bahwa ia merasa bahwa Ia tak akan dapat bertahan. Selama empatpuluh hari berpuasa, lanjutnya, Yesus dalam keadaan gelisah; sebab itu, terdorong oleh kasih kepada-Nya, ia datang untuk menemui-Nya sekali lagi, untuk memohon diperkenan berbagi tempat tinggal dengan-Nya dan menanggung sebagian ikrar-Nya. Yesus tidak memberikan perhatian pada si penggoda, melainkan mengedangkan tangan-Nya ke arah surga dan mengatakan: “BapaKu, ambillah pencobaan ini dari-Ku!” Setan pun lenyap dalam bentuk yang mengerikan.

Yesus sedang berlutut dalam doa ketika, selang beberapa waktu, aku melihat tiga pemuda datang. Ketiga pemuda itu adalah mereka yang, dalam keberangkatan-Nya yang pertama dari Nazaret, menyertai-Nya dan yang kemudian menginggalkan-Nya. Mereka tampak mendekat dengan malu-malu. Mereka menjatuhkan diri ke atas tanah di hadapan-Nya, berkeluh-kesah bahwa mereka tiada mendapati ketenangan hingga Ia mengampuni mereka. Mereka mohon belas kasihan-a atas mereka, memohon-Nya untuk menerima mereka kembali, dan memperkenankan mereka ikut ambil bagian dalam puasa-Nya sebagai penitensi atas kesalahan mereka, dan mereka berjanji mulai sejak saat itu akan menjadi murid-murid-Nya yang paling setia. Mereka talah masuk ke dalam grotto, dan mereka mengelilingi Yesus dengan cucuran airmata dan ratap tangis yang keras. Yesus bangkit dari berlutut, mengangkat tangan-Nya kepada Allah, dan penampakan pun lenyap.

Di suatu hari lain, sementara Ia berlutut dalam grotto berdoa, aku melihat setan dalam jubah yang kemilau, seolah dari langit menuju ke sisi batu karang yang paling curam dan paling tinggi. Bagian yang terjal dan tak dapat dicapai ini menghadap ke timur; di sana terdapat beberapa celah yang terbuka ke dalam grotto. Yesus tidak menoleh sama sekali ke arah setan, yang sekarang bermaksud menghadirkan diri sebagai seorang malaikat. Tetapi tiruannya jelek, sebab cahaya yang menyelubunginya jauh dari transparan; kelihatan seolah polesan, dan jubahnya kaku dan kasar, sementara jubah para malaikat halus dan bercahaya dan transparan. Melayang-layang di pintu masuk grotto, setan berbicara: “Aku telah diutus BapaMu untuk menghibur-Mu.” Yesus tidak berpaling kepadanya. Kemudian setan terbang sekeliling bagian grotto yang curam dan tak dapat dicapai dan, dengan mengintai melalui salah sebuah celah, berteriak kepada Yesus untuk menyaksikan bukti dari kodrat malaikatnya, sebab ia dapat melayang-layang di sana tanpa bantuan. Namun Yesus tak bergeming. Melihat dirinya gagal dalam setiap upaya, setan menjadi amat murka, dan berbuat seolah ia hendak mencengkeram Yesus dalam cakar-cakarnya melalui celah itu. Figurnya semakin bertambah mengerikan dan ia pun lenyap. Yesus tidak mengindahkannya.

Selanjutnya setan datang dalam rupa seorang pertapa tua dari Gunung Sinai. Ia cukup liar, hampir tampak buas, dengan jenggot panjang dan nyaris tanpa pakaian, hanya kulit kasar sebagai pembalut tubuhnya. Tetapi ada sesuatu yang tidak beres dan yang licik dalam wajahnya sementara ia mendaki dengan susah-payah ke atas bukit. Begitu memasuki grotto, ia menyapa Yesus, mengatakan bahwa seorang Esseni dari Gunung Karmel telah datang mengunjunginya dan mengabarkan kepadanya mengenai pembaptisan, juga mengenai kebijaksanaan, mukjizat-mukjizat dan puasa berat yang tengah dijalani Yesus. Mendengar ini, tanpa peduli akan usianya yang telah uzur, ia datang dari jauh untuk menemui-Nya, untuk berbincang dengan-Nya, sebab ia sendiri memiliki banyak pengalaman dalam praktek matiraga. Ia mengatakan kepada Yesus bahwa hendaknya Ia sekarang berhenti berpuasa lebih lanjut, bahwa ia akan membebaskan-Nya dari apa yang masih tersisa, dan ia terus berbicara panjang lebar mengenai hal-hal itu juga. Yesus menoleh ke samping dan berkata: “Enyahlah dari-Ku, setan!” Dengan perkataan ini, si jahat bertambah gelap dan, seperti sebuah bola hitam yang sangat besar, menggelinding dengan berdebum-debum menuruni gunung.

Aku bertanya pada diriku sendiri bagaimana ke-Allah-an Kristus tetap begitu tersembunyi dari setan. Dan aku menerima pengajaran berikut: Aku mengerti dengan jelas bahwa itu  merupakan keuntungan yang paling tak terpahami bagi manusia bahwa baik manusia maupun setan tidak mengetahui ke-Allah-an Kristus, dan bahwa dengan demikian manusia belajar bagaimana mengamalkan iman. Tuhan mengucapkan satu perkataan kepadaku yang masih aku ingat. “Manusia,” demikian kata-Nya, tidak tahu bahwa ular yang mencobainya adalah setan; demikian pula, setan tidak akan tahu bahwa Ia yang menebus manusia adalah Allah.” Aku melihat bahwa ke-Allah-an Kristus tidak disingkapkan kepada setan hingga saat di mana Ia membebaskan jiwa-jiwa dari Limbo.

Di salah satu hari berikutnya, aku melihat setan dalam rupa seorang laki-laki terpandang dari Yerusalem. Ia menghampiri gua di mana Yesus sedang berdoa dan mengatakan kepada-Nya bahwa rasa simpati telah mendorongnya datang kepada Yesus, sebab ia merasa yakin bahwa Ia dipanggil untuk mendatangkan kebebasan bagi bangsa Yahudi. Kemudian ia menceritakan segala berita, segala pembicaraan yang tersebar luas di Yerusalem mengenai-Nya, dan ia mengatakan bahwa ia datang untuk memberikan dukungan dalam perkara baik itu. Ia adalah salah seorang pejabat Herodes, katanya. Yesus dapat tanpa ragu menyertainya kembali ke Yerusalem, bahkan boleh tinggal dalam istana Herodes, di mana Ia dapat bersembunyi, mengumpulkan pengikut, dan memulai perjuangan-Nya. Dan ia mendesak Yesus untuk kembali bersamanya saat itu juga. Pejabat gadungan ini mengajukan tawarannya kepada Yesus dalam kata-kata yang fasih. Yesus sama sekali tak menoleh kepadanya, melainkan terus berdoa dengan khusuk. Kemudian aku melihat setan mundur, rupanya menjadi mengerikan, api dan asap tersembur dari lubang hidungnya, hingga akhirnya ia lenyap.

Ketika Yesus mulai lapar, dan khususnya haus, setan menampakkan diri dalam rupa seorang rahib saleh yang berseru: “Aku kelaparan! Aku berdoa kiranya Engkau memberiku buah-buahan yang ada di sini, di gunung di sebelah luar grotto-Mu. Aku tak hendak memetik barang satupun tanpa ijin dari pemiliknya,” (dengan berpura-pura menganggap Yesus sebagai pemilik), “kemudian marilah kita duduk bersama membicarakan hal-hal yang baik.” Bukan di pintu masuk grotto, melainkan di sisi seberangnya, yakni ke arah timur, dan sedikit jauh, tumbuh buah-buah ara dan berry dan sejenis buah lain serupa kacang-kacangan, tapi dengan kulit yang lunak seperti kulit kesemek. Yesus menjawab rahib gadungan itu: “Enyahlah dari-Ku! Kau pendusta dari semula. Jangan sentuh buah-buahan itu!” Kemudian aku melihat setan sebagai suatu sosok kecil suram bergegas pergi; suatu kabut hitam terpancar darinya.

Namun demikian, ia kembali lagi dalam rupa seorang pengelana, dan meminta ijin Yesus agar diperbolehkan makan buah-buah anggur sedap yang tumbuh dekat sana, sebab buah-buah itu sangat baik untuk melegakan dahaga. Tetapi Yesus tidak menjawab, dan bahkan tidak menoleh kepadanya.

Keesokan harinya, setan mencobai Yesus lagi dalam perkara yang sama, hanya kali ini dengan sebuah mataair dan bukan buah-buahan.

Setan Mencobai Yesus dengan Ilmu Magis  

Setan menampakkan diri kepada Yesus dalam grotto sebagai seorang ahli nujum dan filsuf. Ia mengatakan bahwa ia telah datang kepada-Nya bagai kepada seorang bijak, dan bahwa ia akan menunjukkan bahwa ia juga dapat mengadakan mukjizat-mukjizat. Kemudian ia menunjukkan kepada-Nya, tergantung di tangannya suatu peralatan seperti sebuah bola, atau mungkin lebih serupa sebuah sangkar burung. Yesus tak hendak melihat sang penggoda, apalagi ke dalam bola sebagaimana diharapkan setan, melainkan dengan membelakangi setan, Ia meninggalkan grotto. Aku melihat bahwa dalam pertunjukkannya setan memperlihatkan pemandangan-pemandangan yang paling indah, taman-taman rekreasi yang asri penuh pepohonan rindang, sumber-sumber air yang menyejukkan, pohon-pohon sarat buah, buah-buah anggur yang lezat, dan sebagainya. Semua tampaknya dalam jangkauan tangan dan semua terus-menerus berubah menjadi pemandangan-pemandangan yang terlebih elok dan menawan. Kepada setan Yesus hanya memperlihatkan punggung-Nya dan setan pun lenyap.

Ada suatu pencobaan lain untuk membatalkan puasa Yesus, yang sekarang mulai haus dan merasakan lapar yang hebat. Setan belum tahu siapa Dia. Setan sadar, sungguh, akan nubuat-nubuat sehubungan dengan-Nya dan ia merasa bahwa Ia memiliki kuasa dari DiriNya Sendiri, tetapi ia belum tahu bahwa Yesus adalah Allah. Setan bahkan tidak tahu bahwa Ia adalah Mesias yang kedatangan-Nya begitu ditakutinya, sebab ia melihat Yesus berpuasa, menanggung lapar, mengalami pencobaan; sebab ia melihat-Nya begitu miskin, menderita dalam banyak hal; singkat kata, sebab ia melihat Yesus dalam segala hal begitu seperti seorang manusia biasa. Dalam hal ini setan sama butanya dengan orang Farisi. Ia memandang Yesus sebagai seorang kudus yang dapat dijatuhkan dengan pencobaan.   

Setan Mencobai Yesus untuk Mengubah Batu Menjadi Roti

Yesus sekarang menderita lapar dan haus. Aku melihat-Nya beberapa kali di pintu masuk grotto. Suatu hari menjelang sore, setan dalam rupa seorang laki-laki yang besar dan kuat mendaki gunung. Ia melengkapi diri di bawah dengan dua buah batu panjang seukuran roti, tetapi ujung-ujungnya berbentuk kotak, yang sementara mendaki ia bentuk sehingga tampak sempurna seperti roti. Ada sesuatu yang lebih mengerikan dari biasanya pada setan itu ketika ia melangkah masuk ke dalam grotto menghampiri Yesus. Di masing-masing tangan ia memegang satu dari kedua batu itu dan berkata: “Engkau benar tidak menyantap buah-buahan, sebab buah-buahan hanya membangkitkan selera. Tetapi jika Engkau adalah Putra Allah yang terkasih, yang atas-Nya Roh Kudus turun saat pembaptisan, lihatlah! Aku telah membentuk batu-batu ini menyerupai roti. Ubahlah batu-batu ini menjadi roti.” Yesus tidak menoleh kepadanya, tetapi aku mendengar-Nya hanya mengucapkan kata-kata ini: “Manusia hidup bukan hanya dari roti!” Kata-kata ini saja yang aku tangkap dengan jelas. Maka setan menjadi sama sekali murka. Ia memperlihatkan cakar-cakarnya seolah hendak mencengkeram Yesus (tindakan yang aku lihat dilakukan dengan batu-batu itu berada di tangannya), dan ia pun melarikan diri. Aku tertawa melihat setan harus lari dengan beban batu-batu itu di tangannya.

Setan Membawa Yesus ke Bubungan Bait Allah, dan Lalu ke Gunung Quarantania. Para Malaikat Melayani Yesus

Menjelang sore keesokan harinya, aku melihat setan dalam rupa seorang malaikat yang agung bergerak turun menuju Yesus dengan kegaduhan seperti angin ribut. Ia mengenakan semacam pakaian putih militer seperti yang aku lihat dikenakan St Mikhael. Di tengah semaraknya yang gemilang, orang dapat merasakan sesuatu yang menyeramkan dan mengerikan. Ia mengucapkan kata-kata bualan kepada Yesus, sesuatu yang senada dengan ini: “Akan aku tunjukkan kepada-Mu siapa aku, dan apa yang dapat aku lakukan, dan bagaimana para malaikat menatangku dalam tangan-tangan mereka. Lihatlah sebelah sana, itulah Yerusalem! Lihatlah Bait Allah! Aku akan menempatkan Engkau di atas bubungannya yang tertinggi. Kemudian tunjukkan apa yang dapat Engkau lakukan, dan lihat apakah para malaikat akan menatang-Mu turun.” Sementara setan berkata demikian dan menunjuk ke arah Yerusalem dan Bait Allah, aku tampaknya melihat keduanya cukup dekat, tepat di depan gunung. Tetapi aku pikir itu hanyalah suatu ilusi. Yesus tidak menjawab; setan mencengkeram pundak-Nya dan membawa-Nya melintasi udara. Setan terbang rendah menuju Yerusalem dan menempatkan Yesus di atas tempat tertinggi di salah satu dari keempat menara yang menjulang dari keempat pojok Bait Allah, dan yang sebelumnya tidak aku perhatikan. Menara ke mana setan membawa Yesus berada di sisi barat menuju Sion dan seberang Benteng Antonia. Gunung di mana Bait Allah berdiri sangat curam di sisi itu. Menara-menara itu bagai penjara; di salah satu menara disimpan busana-busana mahal Imam Besar. Atap menara-menara ini datar sehingga orang dapat berjalan di atasnya, tetapi dari tengah muncul sebuah menara kecil berbentuk kerucut yang berlubung ditutup bagian atasnya dengan sebuah bulatan besar, di mana terdapat ruang untuk dua orang berdiri. Dari posisi itu, orang dapat melihat seluruh Bait Allah di bawahnya.

Di atas tempat yang paling tinggi di menara, setan menempatkan Yesus, yang tak mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian setan terbang turun ke tanah dan berseru ke atas kepada-Nya, “Jika Engkau Putra Allah, tunjukkanlah kuasa-Mu dan turunlah juga, sebab ada tertulis: Ia telah memerintahkan para malaikat-Nya untuk menjaga-Mu, dan dalam tangan-tangannya mereka akan menatang-Mu, agar jangan kaki-Mu terantuk batu.” Yesus menjawab, “Ada tertulis juga: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allah-mu.” Setan, dalam murka, kembali kepada Yesus yang mengatakan, “Manfaatkanlah kuasa yang telah diberikan kepadamu!”

Kemudian setan mencengkeram pundak-Nya dengan beringas, dan terbang bersama-Nya melintasi padang gurun menuju Yerikho. Sementara berdiri di menara, aku memperhatikan temaram di langit barat. Perjalanan kedua ini tampak bagiku lebih lama dari yang pertama. Setan dikuasai amuk dan murka. Ia terbang bersama Yesus jauh tinggi, lalu rendah di bawah, begitu rupa seperti seorang yang hendak melampiaskan amarahnya andai dapat. Ia membawa-Nya ke gunung yang sama, tujuh jam dari Yerusalem, di mana Ia memulai puasa-Nya.

Aku melihat setan dalam perjalanannya membawa Yesus terbang rendah di atas sebuah pohon pinus tua. Pohon itu adalah sebuah pohon besar yang masih subur, yang telah lama berdiri di kebun salah seorang dari kaum Esseni jauh di masa silam. Elia dulu pernah tinggal sebentar dekat sana. Pohon ini berada di belakang grotto dan tak jauh dari ngarai. Pohon-pohon macam itu biasa disadap tiga kali dalam satu musim, dan setiap kali menghasilkan sedikit terpentin.

Setan terbang bersama Tuhan ke puncak tertinggi gunung dan menempatkan-Nya di atas tebing batu terjal yang menjorok dan tak dapat dicapai, jauh lebih tinggi dari grotto. Waktu itu malam hari, tetapi sementara setan menunjuk dengan jarinya, keadaan menjadi terang, menyingkapkan wilayah-wilayah yang paling mengagumkan di segenap penjuru dunia. Iblis berbicara kepada Yesus dalam perkataan semacam ini: “Aku tahu bahwa Engkau adalah seorang Guru besar, bahwa Engkau sekarang akan mengumpulkan murid-murid dan mengajarkan doktrin-doktrin-Mu. Lihatlah, segala negeri yang indah ini, bangsa-bangsa yang hebat ini! Bandingkan dengan Yudea yang kecil, kumuh yang terletak di sana! Lebih baik pilih yang ini! Akan aku serahkan semuanya kepada-Mu, jika Engkau mau berlutut menyembahku!” Yang dimaksud menyembah oleh iblis adalah membungkuk hormat yang biasa dilakukan di kalangan Yahudi, dan khususnya di kalangan kaum Farisi, apabila memohon sesuatu kepada para raja dan para pembesar. Pencobaan setan ini serupa dengan yang satunya di mana, dengan menyamar sebagai salah seorang pejabat Herodes, ia berupaya membujuk Yesus untuk tinggal dalam istana di Yerusalem, dan menawarkan diri untuk membantu-Nya dalam misi-Nya. Pencobaan yang serupa, meski lebih luas tingkatannya. Sementara setan menunjuk, orang melihat pertama-tama negeri-negeri dan lautan-lautan yang sangat luas, dengan berbagai-bagai kotanya ke dalam mana raja-raja dalam kebesaran dan keagungan kerajaan dan dengan diikuti oleh beribu-ribu laskar masuk dengan jaya. Sementara orang melihat, pemandangan-pemandangan ini menjadi semakin dan semakin jelas hingga, pada akhirnya, mereka tampak berada dekat sana. Orang melihat ke bawah pada segala detail, dari setiap pemandangan, setiap bangsa yang berbeda-beda dalam adat istiadat dan kebiasaan, dalam kemegahan dan keagungan.

Setan menunjuk pada masing-masingnya kekhasan dari daya tarik yang istimewa. Ia tinggal cukup lama khususnya pada suatu negeri yang penduduknya luar biasa tinggi dan berwajah elok. Mereka nyaris seperti raksasa. Aku pikir itu adalah Persia. Setan menasehati Yesus di atas segalanya untuk pergi mengajar ke sana. Setan menunjukkan Palestina kepada-Nya, tetapi sebagai suatu tempat yang papa, kecil dan tak berarti. Ini adalah suatu penglihatan yang paling menakjubkan, begitu detail, begitu jelas, begitu agung dan indah!

Satu-satunya perkataan yang diucapkan Yesus adalah: “Tuhan Allah-mu yang harus kau sembah dan Dia saja yang harus kau layani! Enyahlah dari-Ku, setan!” Kemudian orang melihat setan dalam rupa yang ngeri tak terkatakan muncul dari batu karang, menceburkan diri ke dalam jurang, dan lenyap seolah ditelan bumi.

Pada saat yang sama aku melihat beribu-ribu malaikat mendatangi Yesus, membungkuk dalam di hadapan-Nya, mengangkat-Nya, seolah dengan tangan-tangan mereka, mendarat lembut bersama-Nya ke atas batu karang, dan masuk ke dalam grotto di mana puasa empatpuluh hari dimulai. Ada duabelas roh malaikat yang kelihatannya adalah para pemimpin, dan suatu jumlah tertentu wakil. Sekarang aku tak dapat ingat dengan jelas, tetapi aku pikir jumlahnya tujuhpuluh dua, dan aku rasa seluruh penglihatan itu merupakan simbolisme dari para Rasul dan para murid. Dan sekarang di grotto diselenggarakan sebuah perayaan agung, perayaan kemenangan dan syukur, dan suatu perjamuan dipersiapkan. Bagian dalam grotto dihiasi oleh para malaikat dengan rangkaian daun-daun anggur di mana bergantung sebuah mahkota kemenangan, juga dari dedaunan, di atas kepala Yesus. Persiapannya dilakukan dengan cepat, meski dengan tatanan dan keindahan yang mengagumkan. Semuanya bermandikan cahaya, semuanya simbolis. Apapun yang dibutuhkan seketika ada di tangan dan di tempat yang seharusnya.

Selanjutnya datang para malaikat membawa sebuah meja, yang kecil pada mulanya, namun segera bertambah besar ukurannya, dimuati dengan sajian surgawi. Makanan dan bejana-bejana adalah seperti yang selalu aku lihat pada meja-meja surgawi, dan aku melihat Yesus, keduabelas roh pemimpin, dan juga yang lain menyantap hidangan. Tapi tak ada yang memasukkan makanan ke dalam mulut, meski sungguh ikut ambil bagian, melainkan mengedarkan intisari buah-buahan kepada mereka yang ikut serta. Semuanya rohani. Seolah bermakna batin makanan masuk ke dalam mereka yang ikut ambil bagian, dan mendatangkan kenyang dan kekuatan. Tetapi, itu tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Di salah satu ujung meja berdiri sebuah piala besar yang berkilau dengan cawan-cawan kecil sekelilingnya, semuanya serupa dengan piala yang selalu aku lihat dalam penglihatan-penglihatanku mengenai Sakramen Mahakudus. Tetapi yang aku lihat sekarang adalah non-material, lebih besar. Ada juga sebuah piring dengan potongan-potongan roti yang tipis. Aku melihat Yesus menuangkan sesuatu dari piala besar ke dalam cawan-cawan dan mencelupkan potongan-potongan roti ke dalamnya; potongan-potongan roti dan cawan-cawan kemudian diambil oleh para malaikat dan dibawa pergi. Dengan ini penglihatan berakhir dan Yesus, keluar dari grotto, turun gunung menuju Yordan.

Para malaikat yang melayani Yesus menampakkan diri dalam berbagai rupa dan tampaknya termasuk dalam hierarki-hierarki yang berbeda. Para malaikat yang di akhir perjamuan membawa pergi cawan-cawan anggur dan potongan-potongan roti, mengenakan busana imam. Begitu para malaikat lenyap, aku melihat segala macam penghiburan adikodrati turun atas sehabat-sahabat Yesus; para sahabat dari masa-Nya Sendiri dan dari masa-masa sesudahnya. Aku melihat Yesus menampakkan diri dalam penglihatan kepada Santa Perawan yang pada waktu itu di Kana, guna menghibur dan meneguhkannya. Aku melihat Lazarus dan Marta disentuh secara menakjubkan, sementara hati mereka berkobar dengan kasih kepada Yesus. Aku melihat Maria si Pendiam sesungguhnya disuapi dengan anugerah-anugerah dari meja Tuhan. Maliakat berdiri di sampingnya sementara ia, seperti seorang kanak-kanak kecil, menyambut makanan. Maria si Pendiam adalah seorang saksi dari semua pencobaan dan penderitaan Yesus. Seluruh hidupnya merupakan satu penglihatan dan penderitaan oleh kasih, sebab itu anugerah-anugerah adikodrati yang demikian tidak mengherankannya. Magdalena, juga, disentuh secara menakjubkan. Ia pada saat itu sedang sibuk dengan perhiasan untuk suatu pesta. Sekonyong-konyong kegelisahan mengenai hidupnya mencekamnya, dan sekuntum mawar kerinduan dalam jiwanya dibebaskan dari rantai-rantai yang membelenggunya. Ia mencampakkan perhiasan dari tangannya, tetapi ia ditertawakan oleh mereka yang ada di sekelilingnya. Aku melihat banyak dari rasul-rasul mendatang beroleh penghiburan, hati mereka dipenuhi dengan kerinduan-kerinduan surgawi. Aku melihat Natanael di rumahnya sedang merenungkan segala yang telah ia dengar mengenai Yesus, mengenai kesan mendalam yang Ia tanamkan atasnya, dan mengenai bagaimana ia berusaha menghalaunya dari pikirannya. Petrus, Andreas, dan semua yang lain, sebagaimana aku lihat, diteguhkan dan dihiburkan. Ini merupakan suatu penglihatan yang paling menakjubkan.

Semasa Yesus berpuasa, Maria tinggal di rumah dekat Kapernaum, dan harus mendengar segala macam percakapan orang mengenai Putra Ilahinya. Mereka mengatakan bahwa Ia pergi mengembara, tak seorang pun tahu ke mana; bahwa Ia mengabaikan BundaNya; bahwa sesudah wafat Yosef adalah kewajiban-Nya untuk mengupayakan sesuatu demi menopang hidup BundaNya, dan lain-lain. Di segenap penjuru negeri, pembicaraan mengenai Yesus tersebar luas pada masa ini, sebab hal-hal ajaib yang menyertai pembaptisan-Nya, kesaksian yang disampaikan Yohanes, dan cerita-cerita dari para murid-Nya yang tersebar disiarkan ke mana-mana. Hanya sekali saja sesudah ini, yakni sebelum Sengsara-Nya, pada waktu Lazarus dibangkitkan, kabar mengenai Yesus begitu tersiar dan tersebar luas. Santa Perawan Maria tinggal tenang dan merenung, sebab ia tiada pernah tanpa penglihatan batin mengenai Yesus yang perbuatan-perbuatan-Nya ia renungkan dan yang penderitaan-penderitaan-Nya ikut ia tanggung.

Menjelang akhir empatpuluh hari puasa, Maria pergi ke Kana di Galilea dan menginap di kediaman orangtua mempelai dari Kana, orang-orang terpandang yang kelihatannya bermartabat tinggi. Rumah mereka yang besar indah berdiri di pusat kota yang bersih dan tertata rapi. Sebuah jalan melintasi tengah kota, aku pikir terusan dari jalan raya dari Ptolomais; orang dapat melihatnya turun menuju Kana dari dataran yang lebih tinggi. Kota ini tidak begitu kacau dan dibangun tidak begitu padat seperti kebanyakan kota-kota Palestina lainnya. Mempelai laki-laki sebaya dengan Yesus dan ia mengelola rumah tangga ibunya dengan kecakapan seorang laki-laki yang telah matang berumah-tangga. Kedua orangtua dari pasangan muda ini meminta nasehat Santa Perawan mengenai segala masalah anak-anak mereka dan menunjukkan segalanya kepadanya.

Yohanes pada waktu ini terus sibuk melayani pembaptisan. Herodes melakukan segala daya upaya demi mendapatkan kunjungan darinya, dan ia juga mengirimkan utusan-utusan untuk mendesaknya berbicara mengenai Yesus. Tetapi Yohanes nyaris tak mempedulikannya, dan pergi mengulang kesaksian lamanya mengenai Yesus. Dari Yerusalem juga, kembali utusan-utusan dikirim guna memanggilnya untuk memberikan penjelasan mengenai Yesus dan mengenai dirinya sendiri. Yohanes menjawab sebagaimana biasa bahwa ia tak pernah bertemu muka dengan-Nya ketika ia memulai panggilannya sendiri, tetapi bahwa ia telah diutus untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya.

Sejak pembaptisan Yesus, Yohanes mengajarkan bahwa melalui pembaptisan itu dan turunnya Roh Kudus atas-Nya, air telah disucikan dan dengan itu banyak roh-roh jahat dihalau. Pembaptisan Yesus seperti suatu eksorsisme bagi air. Yesus harus menanggung penderitaan DiriNya dibaptis demi menyucikan air. Sebagai konsekuensinya, baptisan Yohanes menjadi lebih murni dan lebih suci. Demi tujuan inilah Yesus dibaptis di suatu kolam terpisah. Air yang disucikan lewat sentuhan dengan Pribadi IlahiNya kemudian disalurkan ke Yordan dan ke kolam baptisan umum, dan juga Yesus dan para murid-Nya mengambil sedikit dari air itu untuk Baptisan di kota-kota dan desa-desa yang jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © ALL ABOUT CATHOLIC Urang-kurai