ALL ABOUT CATHOLIC: Tingkat Kekukuhan dalam Perkawinan

Tingkat Kekukuhan dalam Perkawinan

Tingkat Kekukuhan dalam Perkawinan
oleh: P. Antonius Dwi Joko, Pr *


Saya memahami bahwa perkawinan Katolik bersifat permanen, mutlak, tak terceraikan. Namun saya mendengar bahwa hukum masih mengatur tingkat kekukuhan perkawinan itu, bahwa perkawinan tertentu masih bisa diceraikan. Mohon penjelasan.
~ Surya

Kita tahu bahwa sifat hakiki perkawinan Katolik adalah unitas dan indissolubilitas.

Unitas:
(i)  Ke-satu-an: keduanya menjadi satu persona `suami-isteri'; satu daging - sejiwa seraga - garwa.
(ii) Monogam: antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Karena itu ditolak: poligami (poligini dan poliandri).

Indissolubilitas (= tak-terputuskan):
(i) Efek: sekali perkawinan dilangsungkan secara sah, mempunyai akibat tetap dan eksklusif.
(a) Tetap: ikatan perkawinan bertahan sampai akhir kehidupan. Tidak ada perpisahan atau perceraian.
(b) Eksklusif: ikatan tersebut terjadi hanya antara suami-isteri. Setia hanya dengan pasangannya, sampai kapanpun; tidak ada pihak ketiga, dan seterusnya.
(ii) Absoluta: tak terputuskan kecuali karena kematian (Markus 10:9), yaitu perkawinan ratum et consummatum (kan. 1141).
(iii) Relativa: tak terputuskan, kecuali oleh otoritas Gereja dan karena alasan tertentu seperti dalam hukum (kan. 1143-1147; 1148; 1149).

Sifat permanensi dan tak terceraikan tersebut baik secara intrinsik (oleh suami isteri sendiri) maupun ekstrinsik (oleh pihak luar). Dalam hal perkawinan antara orang-orang yang telah dibaptis, perkawinan itu memperoleh kekukuhan atas dasar sakramen. Meski demikian, hukum masih mengakui adanya tingkat-tingkat kekukuhan dalam perkawinan sesuai macam perkawinan itu sendiri:

(1) Perkawinan putativum (putatif): perkawinan tak sah yang diteguhkan dengan itikad baik sekurang-kurangnya oleh satu pihak (kan 1061, § 1). Secara hukum perkawinan ini tidak mempunyai sifat kekukuhan dan ketakterceraian sama sekali.

(2) Perkawinan legitimum antara dua orang non-baptis. Perkawinan ini sah, tapi tak sakramental, yang sekaligus mempunyai sifat kekukuhan, namun bisa diceraikan dengan Previlegium Paulinum, karena suatu alasan yang berat. Untuk memutuskan ikatan perkawinan dengan memakai Previlegi Paulinum (kan. 1143-1147; 1150) demi iman pihak yang dibaptis, prinsip dasarnya ialah:
a). pada awalnya perkawinan itu dilangsungkan oleh dua orang yang tidak dibaptis;
b). kemudian salah satu pihak dibaptis;
c). pihak non-baptis tidak lagi ingin hidup bersama atau pergi;
d). demi sahnya perkawinan baru dari pihak baptis, maka pihak non-baptis itu diinterpelasi tentang apakah ia juga mau dibaptis, apakah ia masih mau hidup bersama dengan pihak yang dibabtis secara damai. Jika dirasa interpelasi tidak berguna, maka ordinaris wilayah dapat memberi dispensasi.

(3) Perkawinan legitimum antara seorang baptis dan seorang non-baptis. Perkawinan ini pun sah, tapi tak sakramental karena salah satu pasangan belum atau tidak dibaptis. Perkawinan ini pun dapat dibubarkan karena suatu alasan yang berat dengan Previlegium Petrinum (Previlegi Iman) walaupun telah memperoleh ciri kekukuhan dalam dirinya. Previligi ini tidak termuat dalam KHK tapi dalam “Instruksi Ut Notum Est” untuk Pemutusan Perkawinan demi Iman.

Previlegi Iman ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “bahwa perkawinan yang diteguhkan antara pihak baptis non-Katolik dengan pihak non-baptis, atau antara pihak Katolik dengan pihak non-baptis yang diteguhkan dengan dispensasi dari halangan perkawinan beda agama (disparitas cultus), dapat diputus oleh Tahta Suci karena alasan yang kuat terutama demi iman.”

(4) Perkawinan ratum (et non consumatum): perkawinan sah dan sakramental, tapi belum disempurnakan dengan persetubuhan (can 1061, §1). Tingkat kekukuhan perkawinan ini sudah masuk kategori khusus atas dasar sakramen, namun karena suatu alasan yang sangat berat, masih dapat diputus oleh Paus.

(5) Perkawinan ratum et consumatum: perkawinan sah, sakramental, dan telah disempurnakan dengan persetubuhan. Perkawinan ini pun mempunyai kekukuhan khusus atas dasar sakramen, tapi lebih dari itu bersifat sama sekali tak terceraikan, karena sudah disempurnakan dengan persetubuhan.

* Vikaris Jenderal & Vikaris Yudisial Keuskupan Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © ALL ABOUT CATHOLIC Urang-kurai