ALL ABOUT CATHOLIC: Jabatan Diakon Tetap

Jabatan Diakon Tetap

Jabatan Diakon Tetap
oleh: P. William P. Saunders *
Tahbisan Diakon Tetap

Di paroki kami ada seorang diakon tetap dan juga seorang diakon yang akan ditahbiskan sebagai imam. Apakah perbedaan diantara keduanya? Mengapa ada diakon yang “tetap”?
~ seorang pembaca di Washington

Dalam Kisah Para Rasul 6:1-6, para rasul menetapkan jabatan diakon, “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia. Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.” Dari antara para diakon pertama tersebut, St Stefanus di kemudian hari akan menjadi martir pertama, dirajam batu hingga tewas karena mewartakan Kristus Tuhan.

Sejak saat itu, jabatan diakon tampak berkembang baik dalam masa Gereja perdana. St Paulus dalam Suratnya yang Pertama kepada St Timotius menulis, “Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci. Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat… Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik. Karena mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus mereka dapat bersaksi dengan leluasa” (1Tim 3:8-10, 12-13). Didache dan tulisan-tulisan St Klemens, St Ignatius dari Antiokhia, dan St Polikarpus, serta para Bapa Gereja Perdana menegaskan peran jabatan diakon ini. Di samping itu, ada pada kita kesaksian-kesaksian gagah berani dari para diakon yang wafat sebagai martir demi iman, seperti St Laurentius dan St Vincentius.

Berdasarkan hal di atas, jabatan diakon dipahami sebagai berikut: Seorang yang ditahbiskan sebagai diakon menerima Sakramen Imamat. Tetapi, diakon bukanlah imam. “Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para Diakon, yang ditumpangi tangan `bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, No 29).

Kata diakon berasal dari kata Yunani “diakonia” yang artinya “pelayan,” dengan itu menyatakan bahwa seorang diakon dipanggil seperti Kristus untuk menjadi seorang pelayan. Diakon mengemban tiga tanggung-jawab utama: mewartakan Injil, melayani liturgi dan melaksanakan berbagai bentuk pelayanan karitatif. Secara khusus, seorang diakon membantu uskup dan imam dalam perayaan-perayaan rahasia ilahi: menerimakan Baptis secara meriah, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, membagi-bagikan Komuni Kudus, mengantarkan Komuni Suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman dan teristimewa mewartakan Injil, berkhotbah, memimpin upacara jenazah dan pemakaman, menerimakan sakramen-sakramentali. Mereka juga wajib mengabdikan diri dalam berbagai bentuk pelayanan karitatif, teristimewa dalam komunitas paroki (bdk Katekismus Gereja Katolik, No 1569-1570, dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, No 29).

Patut diingat, tidak seperti imam, diakon tidak dapat mengampuni dosa dalam Sakramen Tobat, mempersembahkan Misa dan mengkonsekrasikan Ekaristi Kudus, melayani Sakramen Perminyakan, ataupun merayakan Sakramen Penguatan.

Seiring berjalannya waktu, jabatan diakon dalam Gereja Latin mengalami perubahan dari suatu jabatan tetap menjadi suatu masa transisi sebelum tahbisan imamat; demikianlah perbedaan antara diakon tetap dan diakon calon imam. Diakonat menjadi semacam masa magang, di mana seorang ditahbiskan sebagai diakon dan mengucapkan kaul selibat, lalu melanjutkan studi akhir untuk menjadi imam dan melayani di sebuah paroki sebagai pengalaman praktek hingga tiba Tahbisan Imamat.

Dalam Konsili Vatikan II, Gereja Latin “mengadakan lagi diakonat sebagai tingkat hierarki yang tersendiri dan tetap” (Lumen Gentium No 29). Gereja-gereja Timur selalu mempertahankannya. Diakonat tetap ini yang dapat diberikan juga kepada pria yang berkeluarga, merupakan satu sumbangan penting bagi perutusan Gereja. Sungguh pantas dan berguna bahwa para pria yang di dalam Gereja, entah dalam kehidupan liturgi atau pastoral, entah dalam karya sosial dan karitatif, sungguh menjalankan suatu pelayanan diakonal, “diteguhkan dengan penumpangan tangan yang diwaris dari para Rasul, dan dihubungkan lebih erat dengan altar, sehingga mereka secara lebih tepat guna menunaikan pelayanan mereka berkat rahmat sakramental diakonat” (Ad Gentes 16). Oleh sebab itu, pada tanggal 18 Juni 1967, Paus Paulus VI menerbitkan Sacrum Diaconatus Ordinem di mana ia menetapkan ketentuan-ketentuan demi diadakannya kembali jabatan diakon tetap dalam Ritus Latin.

Sejak saat itu, konferensi-konferensi uskup setempat dengan persetujuan Bapa Suci menetapkan program-program pelatihan bagi diakon tetap. Sesuai dengan semangat Vatikan II, di daerah-daerah misi dan daerah-daerah terpencil, atau di mana jumlah imam tidak memadai, para diakon tetap ini dapat memimpin ibadat dan doa kaum beriman apabila tidak ada imam atau melayani suatu paroki yang tidak memiliki imam tetap. Sekarang ini terdapat sekitar 23.000 orang yang melayani sebagai diakon tetap, 15.000 di antaranya tinggal di Amerika Serikat.

Terdapat beberapa kesamaan dan juga perbedaan antara diakon calon imam dan diakon tetap. Diakon calon imam mengucapkan kaul selibat saat mereka ditahbiskan. Diakonat tetap dapat diberikan baik kepada laki-laki yang telah menikah maupun kepada yang masih bujang. Sekitar 90 persen diakon tetap adalah mereka yang telah menikah. Namun demikian, disiplin selibat tetap diterapkan pada mereka yang masih bujang saat ditahbiskan sebagai diakon tetap, juga diterapkan pada diakon tetap yang telah menikah apabila pasangannya meninggal dunia.

Dalam upacara-upacara liturgi, semua diakon mengenakan alba dan stola yang diselempangkan dari bahu kiri ke pinggang sebelah kanan. Dalam peristiwa-peristiwa agung, para diakon juga mengenakan dalmatik. Tetapi, tidak seperti diakon calon imam, diakon tetap pada umumnya tidak mengenakan busana yang biasa dikenakan kaum klerus. Juga, tidak seperti diakon calon imam yang wajib mendaraskan ibadat harian setiap hari, diakon tetap di Amerika Serikat hanya wajib mendaraskan doa pagi dan doa malam saja.

Sebab itu, jabatan diakon, merupakan bagian dari hierarki Gereja dan merupakan bagian integral dari Sakramen Tahbisan. Diakon tetap berperan penting di wilayah-wilayah Gereja di mana jumlah imam tidak memadai. Pada pokoknya, semua diakon patutlah hidup seturut nasehat St Polikarpus, “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belas kasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang” (Surat kepada Jemaat di Filipi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © ALL ABOUT CATHOLIC Urang-kurai