Cerai Kawin Lagi

oleh: P. Antonius Dwi Joko, Pr *


Keponakan saya (Katolik) menikah secara Katolik dengan seorang wanita yang dibaptis sebelum pernikahan. Isteri kerja di bar sebagai penyanyi. Karena lebih aktif di bar daripada mengurusi rumah tangga, maka suami menjadi tidak sabar dan bertanya apakah isteri lebih suka berkarier di bar atau mengurusi rumah tangga. Si isteri memilih berkarier. Maka kemudian mereka ke pengadilan dan bercerai. Hak asuh kedua anak mereka jatuh pada isteri. Kemudian si isteri menikah lagi. Beberapa tahun kemudian si laki-laki ini menikah juga dengan seorang Protestan. Apakah si laki-laki ini bisa mendapatkan dispensasi untuk menikah dengan seorang Protestan? Dia menghendaki isterinya juga menjadi Katolik; si isteri mau, cuma katanya belum bisa dibaptis. Apakah si laki-laki ini bisa menerima komuni?
~ Fransiskus
Kita prihatin karena dewasa ini banyak perkawinan diceraikan. Kesulitan hidup bersama dalam perkawinan juga menimpa orang Katolik. Ada saja sejumlah pasangan yang bercerai. Bagaimana nasib mereka?
Putusan perceraian sipil memang mempunyai akibat-akibat sipil, namun bagi Gereja Katolik ikatan suami-isteri di mata Gereja tidak putus oleh putusan Pengadilan Negeri itu. Maka dari itu kalau orang itu akan menikah lagi secara gerejawi (dengan orang lain) dalam penyelidikan kanonik akan ditanyai apakah ia pernah menikah. Putusan perceraian sipil tidak diakui oleh Gereja, sehingga orang yang telah menikah, cerai sipil lalu mau menikah lagi secara gerejawi, tidak memenuhi syarat yang perlu, yakni “status liber” (bebas dari ikatan nikah).
Karena itu, keponakan saudara tidak bisa menikah lagi secara gerejani, karena dia masih terikat dengan perkawinan terdahulu. ltulah juga sebabnya isterinya yang sekarang juga belum bisa dibaptis. Sebab dengan baptisnya si isteri, secara otomatis akan mengesahkan perkawinan yang sekarang, padahal si laki-laki secara hukum Gereja masih terikat dengan perkawinan terdahulu.
Memang si laki-laki itu tak dibenarkan menyambut komuni. Namun sebaiknya kita tidak mempersempit persoalannya mengerucut menjadi soal komuni. Hidup menggereja juga jauh lebih kaya, dan bukanlah hanya soal menerima komuni atau tidak.
Paus Yohanes Paulus II mengajak mencermati adanya beberapa situasi berbeda dari orang yang cerai lalu kawin lagi. (a) Ada orang yang sudah dengan serius berusaha menyelamatkan perkawinan pertama tetapi ditinggalkan oleh jodoh yang tidak setia. (b) Ada orang yang justru karena kesalahan sendiri telah menghancurkan hidup perkawinan. (c) Ada orang yang terpaksa menikah lagi demi pendidikan anak yang sudah lahir. (d) Ada orang yang menikah lagi dengan keyakinan bahwa perkawinan pertama yang hancur dan tidak bisa diperbaiki lagi itu sebetulnya tidak sah, tetapi bukti yuridis tidak memadai.
Hendaknya mereka diyakinkan bahwa mereka tidak terpisah dari Gereja. Maka sebagai anggota Gereja, mereka supaya diajak untuk ambil bagian dalam kehidupan menggereja. Hendaknya mereka diajak untuk semakin rajin mendengarkan Sabda Allah, mengikuti Perayaan Ekaristi, rajin berdoa, aktif ambil bagian dalam karya karitatif dan dalam memperjuangkan keadilan, mempermandikan dan mendidik anak-anak secara Katolik, memupuk semangat dan perbuatan pertobatan, agar dengan demikian mereka tetap hidup dalam kesatuan kasih dengan Allah.
Namun demikian Gereja tetap “berpegang pada adat kebiasaannya” yang didasarkan Kitab Suci, yaitu tetap tidak memperbolehkan mereka menyambut Komuni Suci dengan alasan: a) Status dan situasi hidup mereka secara obyektif tidak dapat secara efektif menandakan hubungan kasih Kristus dan jemaat, yang justru secara efektif ditunjukkan dan ditandakan dalam Komuni Suci. b) Seandainya orang-orang semacam itu diizinkan menyambut Komuni Suci, ada bahaya menimbulkan batu sandungan bagi umat beriman. Mereka dibingungkan sehubungan dengan ajaran Gereja mengenai sifat hakiki perkawinan.
Semoga keponakan Saudara, meskipun belum diperkenankan menerima Komuni Suci, tetap menghayati hidup menggereja, tidak menjauhkan diri dari komunitas, dan tetap merasa diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Tuhan memberkati.
* Vikaris Yudisial Keuskupan Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar