Pages

Minggu, 18 Desember 2011

Apa itu Tribunal Perkawinan?

Apa itu Tribunal Perkawinan?
oleh: P. Antonius Dwi Joko, Pr *

Seorang teman cerai sipil lima tahun yang lalu, kemudian ia mengurus pembatalan perkawinan ke Tribunal. Menurutnya, jika berhasil, ia akan dapat menikah lagi. Benarkah demikian? Bukankah dalam ajaran Katolik tidak ada perceraian? Lalu, apa itu Tribunal?
~ Mateus

Memang benar, sifat dasar perkawinan Katolik adalah unitas dan tak terceraikan. Sekali menikah dengan sah, maka tak bisa diceraikan. Pernyataan pembatalan, bukanlah perceraian. Perceraian berarti mengakhiri kehidupan bersama dari sebuah perkawinan yang sah. Sedangkan pernyataan pembatalan perkawinan, berarti sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Tribunal Gerejawi yang memaklumkan bahwa perkawinan tersebut tidak sah sejak awal, atau tidak pernah ada.

Tribunal adalah Lembaga Peradilan dalam Gereja Katolik. Pembentukan dan cara kerjanya diatur oleh Hukum Kanonik. Tribunal merupakan tempat diupayakannya penyelesaian suatu perkara menurut ketentuan hukum gerejawi.

Tribunal Perkawinan adalah Pengadilan Perkawinan; perkara yang ditangani terbatas pada aspek-aspek spiritual tertentu dari perkawinan. Gereja membatasi cakupan kewenangannya pada sah atau tidaknya suatu perkawinan yang telah dilangsungkan.

Patokan yang digunakan berkisar pada tiga hal pokok, yakni:
(1) halangan yang menggagalkan,
(2) kesepakatan yang benar dan penuh,  
(3) forma kanonika.

Aspek-aspek perkawinan lain seperti hak pengasuhan anak, kewajiban memberi nafkah terhadap anak atau eks-pasangan, dan pembagian warisan atau harta kekayaan lain menjadi kewenangan Pengadilan Sipil.

Tribunal Perkawinan Keuskupan berfungsi sebagai pelayanan pastoral di keuskupan. Tugas, kewenangan, dan tanggungjawabnya adalah melayani umat beriman di keuskupan yang mengalami masalah yuridis dalam perkawinan. Dalam melaksanakan semua itu, Tribunal terikat oleh prinsip-prinsip dan prosedur yang telah ditetapkan Gereja.

Tujuan Tribunal Perkawinan Keuskupan adalah menjaga dan melindungi martabat perkawinan (dignitas matrimonii), kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), dan kebaikan Gereja (bonum ecclesiae) secara umum.

Berkenaan dengan Martabat Perkawinan, Tribunal mengupayakan terpeliharanya keutuhan ajaran iman dan moral Gereja tentang hakekat, ciri hakiki, dan tujuan perkawinan. Hakekat perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup (consortium totius vitae). Ciri hakiki perkawinan adalah kesatuan dan ketidak-dapat-ceraian (unitas et indissolubilitas). Sedangkan tujuan perkawinan adalah kebaikan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran anak, dan pendidikan anak (bonum prolis).

Singkatnya, melalui prosedur administratif atau prosedur yuridis, Tribunal berusaha memberikan kepastian akan status perkawinan, apakah  perkawinan itu sah atau tidak sah menurut Gereja Katolik.

Tahap Pertama. Setelah menerima surat permohonan (libellus) dari pemohon, Vikaris Yudisial membuat keputusan untuk menerima atau menolak dengan pertimbangan:
- Pengadilan tersebut berkompeten atau tidak berkompeten (kan. 1673),
- Pemohon memiliki kemampuan yuridis atau tidak, dan
- Kelengkapan atau isi libellus, khususnya humus boni iuris. Perumusan alasan dilakukan dengan mempertemukan pemohon dan pasangannya atau dilakukan oleh hakim sendiri berdasarkan pembicaraan dengan mereka (kan. 1677). Alasan ini harus jelas dan dapat lebih dari satu asal erat berhubungan.

Tahap Kedua. Supaya dapat memulai tahap kedua, Vikaris Yudisial lebih dulu harus membentuk Tribunal atau Pengadilan Gereja melalui dekrit atau keputusan dengan menentukan Hakim, Difensor Vinculi, dan Notarius. Kalau dia sendiri hakimnya, ia tinggal menentukan Difensor Vinculi dan Notarius.

Setelah itu, ia sendiri, Difensor Vinculi, atau bersama-sama, menyusun dua macam pertanyaan-pertanyaan (questiones) yang sesuai dengan alasan yang telah dirumuskan untuk menginterogasi pihak yang bersangkutan dan para saksi. Dengan pertanyaan-pertanyaan itu mulailah interogasi satu per satu secara rahasia. Dalam interogasi ini Pembela (kalau ada) dan Difensor Vinculi memiliki hak untuk hadir dan mendengarkannya. Pada kesempatan ini juga hakim dapat meminta pihak yang bersangkutan menyerahkan berbagai dokumen yang perlu dan dianggap mendukung penyelesaian kasus atau perkara tersebut.

Tahap Ketiga. Setelah selesai, semua berkas difotokopi dan diserahkan kepada Pembela (kalau ada) dan Difensor Vinculi. Berdasarkan berkas itu mereka harus menuliskan pendapatnya yang kemudian harus mereka serahkan kepada hakim.

Tahap Keempat. Pada tahap ini, hakim harus memeriksa semua berkas, memperhatikan pendapat tertulis Pembela (kalau ada) dan Difensor Vinculi, serta kemudian membuat putusan. Putusan ini harus tertulis dengan format: Dalam Nama Tuhan, Species Facti, In Iure, In Facto, dan Putusan. Sesudahnya, putusan itu disampaikan kepada pihak yang bersangkutan. Tentang yang terakhir ini, mengingat ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman umat beriman akan halnya dan kemungkinan terjadinya skandal, banyak ahli berpendapat untuk tidak melakukannya. Hanya apabila dinilai sangat penting bagi pihak bersangkutan dan sungguh dapat diperkirakan tidak akan terjadi skandal, hal itu dilaksanakan.    

Tahap Kelima. Semua berkas (dari penerimaan libellus hingga putusan hakim) dijadikan satu, difotokopi, disahkan oleh notarius, dan kemudian diserahkan secara langsung atau dikirimkan kepada Pengadilan Banding. Para Hakim bersama Difensor Vinculi dalam Tribunal Tingkat II memeriksanya dan kemudian dapat membuat keputusan: mengkonfirmasi (meratifikasi) putusan hakim tingkat pertama atau mengulangi proses pengadilan dari awal.

Karena itu, bila teman Anda sudah mendapatkan pernyataan tentang tidak sahnya perkawinan dan putusan tersebut sudah mendapatkan ratifikasi dari Tribunal Banding, tentu teman Anda diijinkan menikah lagi, terkecuali kalau terhalang oleh halangan-halangan lain.

* Vikaris Yudisial Keuskupan Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar