Pages

Sabtu, 17 Desember 2011

“Lahir-Kembali”, Keselamatan dan Persahabatan dengan Kristus?

“Lahir-Kembali”, Keselamatan dan Persahabatan dengan Kristus?


Pater John, saya belum lama memeluk iman Katolik. Masa pertobatan saya terjadi selama tiga tahun di mana saya mengalami serangkaian pengalaman dahsyat akan kehadiran dan karya Tuhan dalam hidupku. Bagi saya, itu berarti bukan sekedar datang ke Gereja - melainkan menemukan bahwa Yesus adalah sungguh seorang pribadi nyata, seorang yang menaruh perhatian pada hidup saya. Selama masa pertobatan, saya memahami arah-balik ini (menemukan Yesus) sebagai “dilahirkan kembali”. Saya juga mengerti bahwa pengalaman macam ini diperlukan demi menjamin tempat saya di surga. Namun demikian, sekarang saya tahu ada begitu banyak umat Katolik yang tidak pernah mempunyai pengalaman macam ini. Mereka tidak berbicara mengenai Yesus sebagai seorang pribadi nyata. Meski begitu mereka tampaknya beranggapan bahwa tempat mereka di surga sudah terjamin. Semuanya ini membingungkan; tetapi saya pikir pertanyaan saya yang mendasar adalah: Apakah hubungan antara pengalaman “lahir-kembali” dengan keselamatan kita, dan dengan persahabatan kita dengan Kristus? Apakah saya terlalu menekankannya, atau apakah orang-orang lain yang meremehkannya?


Saya mendapati dua pertanyaan berbeda dalam pertanyaan di atas.


Tuhan dan Emosi

Pertanyaan pertama: Apakah seseorang harus mempunyai suatu pengalaman lahir-kembali yang dirasakan secara mendalam untuk masuk ke surga? Jawabnya adalah tidak. Tidak harus dirasakan secara mendalam, tidak harus emosional, tetapi harus nyata. Ada perbedaan antara “emosional” dan “nyata”. Di satu pihak, saya dapat mempunyai satu pengalaman emosional yang sungguh menggugah hati saat menyaksikan suatu film di bioskop, tetapi drama yang membangkitkan pengalaman itu tidaklah nyata. Di lain pihak, saya dapat mempunyai suatu hubungan mendalam, meski tidak dramatis, dengan seorang kerabat yang terbaring di ranjang rumah sakit; seseorang yang saya kunjungi secara rutin untuk suatu jangka waktu yang lama tanpa mengalami emosi-emosi yang kuat selama kunjungan-kunjungan tersebut. Biasanya, semacam interaksi terjadi antara alam pengalaman interpersonal nyata dan alam emosi mendalam, tetapi patut kita camkan bahwa kedua alam tersebut hanyalah saling melengkapi; keduanya tidaklah sama. Hal yang sama berlaku pula bagi persahabatan kita dengan Kristus.

Patut diingat, Tuhan menghadapi tiap-tiap kita dengan suatu cara yang pribadi dan individual. Ia telah memberimu (dan banyak dari kita) suatu pengalaman yang sangat dramatis dan tak tersangkal secara emosional mengenai kasih-Nya, kebenaran-Nya, dan kehadiran-Nya. Tetapi kepada orang-orang lain, Ia menganugerahkan rahmat-rahmat yang berbeda. Saya mengenal orang-orang yang hidup dalam keakraban mesra dengan Tuhan selama lebih dari delapanpuluh tahun tanpa pernah mempunyai suatu pengalaman “lahir-kembali”. Seolah mereka terus-menerus, secara diam-diam dilahirkan kembali setiap hari, setiap kali mereka pergi menyambut Sakramen Tobat, setiapkali mereka ikut ambil bagian dalam Misa. Ini nyata. Ini dibuktikan kenyataannya dalam cara mereka hidup, cara mereka berdoa. Ingatkah engkau akan Matius 25? “Ujian” terakhir pada hari Penghakiman bukan apakah kita mempunyai suatu pengalaman lahir-kembali yang emosional dan dramatis. Kebijaksanaan Gereja juga menawarkan suatu pertumbuhan tahap demi tahap dalam keakraban dengan Kristus, dan cara yang tenang dan berbeda-beda dalam mempersembahkan hidup kepada Kristus, lagi dan lagi melalui tahun-tahun, melalui liturgi dan sakramen-sakramen. Saya pikir Saudara dan saya seharusnya bersyukur atas pengalaman-pengalaman lahir-kembali yang dramatis dan emosional yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Tuhan tahu bahwa kita membutuhkannya, dan itulah sebabnya mengapa Ia menganugerahkannya kepada kita. Tetapi bukanlah wewenang kita untuk menetapkan bagaimana Tuhan seharusnya berkarya dalam hidup orang lain. Kita perlu percaya pada kebijaksanaan-Nya, dan kebijaksanaan Gereja-Nya. Dan kita juga perlu memastikan bahwa kasih kita kepada Kristus tidak dibangun semata-mata pada pengalaman-pengalaman emosional yang positif itu. Itu adalah kesalahan klasik lebih mencintai anugerah-anugerah daripada sang Pemberi anugerah, dan itu akan membuat kita terjerumus ke dalam masalah.


Tempat Kita di Surga

Pertanyaan kedua: Apakah tempatmu di surga terjamin? Ya. Tempat saya? Ya. Tempat semua orang? Ya. Tempatnya terjamin. Tuhan “menghendaki keselamatan semua orang” demikian dikatakan St Paulus. Yang TIDAK TERJAMIN adalah apakah kita pada akhirnya menempatinya. Itu tidak tergantung hanya pada Tuhan, melainkan tergantung pada kita juga. Patut diingat, inti kekristenan adalah hubungan yang akrab mesra dengan Yesus Kristus, persahabatan dengan-Nya. Sekarang, pikiran sehat mengatakan kepada kita bahwa tak ada persabahatan sejati yang secara otomatis berlangsung selamanya. Saya dapat memutuskan suatu persahabatan. Saya dapat meninggalkan teman-teman saya dan tidak kembali kepada mereka. Ini karena saya seorang manusia; saya seorang yang bebas. Kebebasan ini tidak dihapuskan oleh Kristus. Ia tidak menjadikan kita berkurang manusiawi ketika Ia menawarkan persahabatan-Nya kepada kita. Adalah mungkin kita kembali mengenakan manusia lama. Adalah mungkin kita dibujuk iblis dan meninggalkan Kristus. Lihat saja Perjanjian Baru - Yudas, Petrus …. Itulah sebabnya mengapa Perjanjian Baru terkadang tampak bertentangan dalam dirinya. Keselamatan kita terjamin, sebab bergantung pada Tuhan; DAN keselamatan kita merupakan suatu proses, sebagaimana dikatakan dalam Filipi 2:12 kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar. Ini semacam paradoks, namun jelas. Kita dapat kendor: Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus” (Ibrani 2:1). Penjelasan biblis yang paling tepat mengenai ini kita dapati dalam Wahyu 2, 3 dan 4. Semuanya mengenai Kristus memperingatkan jemaat-jemaat bahwa mereka perlu berjaga-jaga, mereka perlu melakukan bagian mereka untuk memelihara iman, untuk memelihara persahabatan mereka dengan Kristus terus bertumbuh dan berkobar. Ini bukannya dimaksudkan untuk menakut-nakuti. Jika kita melakukan upaya yang pantas untuk memelihara kehidupan doa kita, jika kita tinggal dekat sakramen-sakramen dan setia mengikuti kehendak Allah seperti dimaklumkan dalam ajaran Gereja dan suara hati kita yang terbentuk baik, maka persahabatan akan terus tumbuh. Itulah sebabnya mengapa kita memiliki jaminan dalam hati kita dan merindukan surga (inilah keutamaan pengharapan). Tetapi kita tidak dapat menerapkan sistem otomatis. Persahabatan sejati tidak terbentuk secara demikian (inilah dosa kesombongan).

Kedua hal ini dapat mempunyai pengaruh kuat pada upaya kita menuju pertumbuhan rohani. Apabila kita terlalu peduli akan pengalaman-pengalaman emosional, kehidupan doa kita dan kehidupan sakramental kita dapat mulai cenderung berpusat pada diri sendiri dan bukan berpusat pada Kristus. Jika kita menjadi terobsesi mengenai apakah keselamatan kita terjamin atau tidak, iblis dapat menggunakan kekhawatiran itu untuk membangkitkan kegalauan batin, yang menghantar pada distraksi dan, sekali lagi, berkutat pada diri sendiri.

Saya harap refleksi ini dapat menenangkan pikiranmu, dan saya juga berharap refleksi ini membantumu menemukan berbagai ragam cara mengagumkan dengan mana Tuhan menyentuh hati anak-anak-Nya terkasih.     


Damai Kristus, P John Bartunek, LC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar